Bebas berimajinasi

Bebas berimajinasi

Total Pageviews

Sunday, August 21, 2011

Tidak enaknya menjadi penulis Pemula





Dulu pada awal-awal belajar menulis, saya sering merasakan capek, jenuh dan mentok di tengah jalan. Banyak ide-ide berdatangan tapi saya susah sekali untuk menceritakannya lewat tulisan. Satu ide didapat dan saya menuliskannya namun hasilnya tidak sampai tamat sudah menthok. Blank! Nggak tahu lagi mau nerusinnya ke mana. Lantas ide satu saya tinggalin dan saya menuliskan ide yang lain dan ternyata hasilnya juga sama. Di tengah jalan putus. Kejadian ini terus saja berulang-ulang sampai saya bosan dan capek. Saya pun ngambek nggak mau nulis lagi...hihihihi.


Saya pun lantas membaca. Membaca cerpen-cerpen dari para penulis senior. Saya baca cerpen yang ringan-ringan saja, misalnya cerpen percintaan, cerpen anak, cerpen komedi. Ebntah kenapa kalau baca cerpen sastra kok ya ndilalah saya mumet. Makanya biar nggak mumet saya bacanya cerpen yang ringan saja...


Dari membaca itu kemudian saya coba untuk ngutak-atik cerpen-cerpen penulis senior, saya bikin sendiri endingnya, saya kasih konflik dan saya tambahin tokohnya. Lalu saya tiru gaya penulisannya. Dari situlah saya mulai menguasai cara membuat cerpen. 

Setelah saya pikir saya bisa menulis cerpen, saya kemudian membuat cerpen dengan ide sendiri dan berhasil sampai ending. Lalu saya memberanikan diri untuk mengirimkannya ke majalah. Saya berharap cerpen saya bisa dimuat di majalah. Tapi sayangnya apa yang saya harapkan tidak sesuai dengan keinginan. Cerpen saya ditolak dengan berbagai macam alasan. Saya pun berpikir, apakah karena saya adalah penulis pemula, sehingga cerpen saya ditolak? 


Saya ngambek dan tidak mau menulis cerpen lagi. Tapi saya masih tetap membaca cerpen para senior. Dan anehnya, semakin saya membaca, semakin kuat keinginan saya untuk terus membuat cerpen. Saya pun lantas menulis surat ke penulis cerpen senior untuk tanya-tanya apa sih rahasianya supaya cerpen kita dimuat majalah? Bersyukur surat saya dibalas dan balasannya membuat saya kembali semangat untuk menulis.


Saya kembali menulis cerpen dan saya kembali mengirimkannya ke majalah. Hasilnya? Tetap ditolak. Tapi penolakannya kali ini tidak membuat saya langsung down. Anehnya Penolakan itu justru membuat saya semakin semangat untuk terus menulis dan mengirimkan cerpen saya ke majalah. Sampai suatu hari... 


Saya melihat cerpen saya dimuat di majalah. Waaahh...senangnya sampai guling-guling. Saya sebarluaskan ke semua orang kalau cerpen saya dimuat. Saya senang sekali waktu itu. Dari sana lantas saya semakin rajin menulis dan mengirimkannya ke majalah....


Nah, buat para penulis pemula jangan pernah putus asa untuk terus menulis.Karena untuk menjadi seorang penulis itu perlu proses, tidak bisa instant. Rajin membaca dan berani mengirimkan tulisan kita ke media adalah salah satu proses.