Kasih sayang Ibu yang tak pernah kita sadari...
ilustrasi by: guraru.org
Suatu
hari lantaran tidak dibelikan Handphone terbaru seperti milik teman-temannya, seorang
anak marah kepada Ibunya. Ia menganggap Ibunya tidak lagi sayang dan perhatian
terhadapnya. Karena kesal maka anak itupun kemudian ngambek dan pergi dari
rumah.
Si anak berjalan jauh hingga kelelahan.
Uang disakunya pun habis untuk membeli makanan dan minuman. Kini ia tidak lagi memiliki uang. Bahkan
untuk membeli segelas minuman air tawar pun ia tidak berdaya.
Di siang yang panas, si anak duduk di bawah
pohon dekat tukang cendol sambil membayangkan segarnya es cendol yang masuk
kerongkongannya ketika diminum. Si anak hanya bisa menelan ludah dan menahan
rasa hausnya.
Si
tukang cendol yang saat itu melihat si anak sedang duduk, segera menghampirinya.
“Sedang
apa kau di sini, nak?” tanya si tukang cendol.
“Sedang
istirahat, Pak.”
“Kamu
sedang menunggu seseorang?” tanya si tukang cendol lagi.
Si
anak menggeleng. “Aku kabur dari rumah.” Sahutnya.
“Mau
minum?” tawar si tukang cendol.
Dengan
tegas si anak menggeleng. “Aku kehabisan uang,” katanya jujur.
“Oh,
kalau begitu biar Bapak kasih gratis buat kamu,” kata si tukang cendol iba.
Maka si tukang cendol pun kemudian
membuatklan segelas es cendol dan diberikannya kepada anak itu. Dengan sekali
tenggak, es cendol habis masuk kerongkongan kering anak itu.
“Terima kasih Pak,” kata si anak itu. “Bapak
baik sekali mau memberikan es cendol ini gratis kepadaku.”
Si tukang cendol tersenyum. “Akh, hanya
segelas es cendol saja.”
“Aku heran,” kata si anak itu lagi. “Bapak
yang baru saja aku kenal, begitu baik dan perhatian kepadaku, sementara Ibuku?
Ia bahkan tidak perduli dengan kepergianku.”
“Nak,” kata si tukang cendol. “Kamu baru
saja dikasih es cendol sudah memuji sampai sebegitunya. Tapi pernahkah kamu
berterima kasih pada Ibumu yang sudah banyak memberi kepadamu?”
“Memberi apa?” tanya anak itu.
“Banyak. Banyak sekali.” Jawab si tukang
cendol. “Coba kamu pikirkan dan ingat baik-baik. Ibumu mengandungmu selama Sembilan
bulan. Setelah kau lahir, ia juga memberikan kasih sayang dan merawatmu dengan penuh
rasa cinta.”
Si anak terdiam berpikir.
“Bahkan ketika kau menginjak dewasa, Ibumu
pun masih memberikan kasih sayang dan perhatian kepadamu. Apakah kamu tidak pernah
berpikir, bahwa Ibumu selama ini telah memberikan banyak sekali kepadamu dan tanpa
mengharapkan imbalan apapun darimu?”
Si anak tiba-tiba tersadar. Ternyata benar
kata si tukang cendol. Selama ini Ibunya telah memberikan banyak sekali
kepadanya, akan tetapi si anak tidak pernah menyadari hal itu. Sungguh teganya jika
ia mengatakan bahwa Ibunya adalah orang yang tidak pernah perduli terhadapnya.
Tanpa
disadarinya, buliran kristal bening menetes dari kedua sudut mata si anak itu.
Ia benar-benar menyesal telah pergai dari rumah meninggalkan Ibunya.
Maka si anak itu pun kemudian pulang ke
rumah. Sesampainya di rumah, tanpa ia duga sang Ibu menyambutnya dengan mata
yang sembab akibat menangis.
“Akhirnya kau pulang juga, Nak.” Sambut sang
Ibu dengan senang. “Ibu sangat menghawatirkanmu. Masuklah, Ibu sudah siapkan
makanan kesukaanmu di meja makan.”
Si anak langsung memeluk Ibunya dengan erat
sambil menangis. “Maafkan aku Ibu, betapa aku sangat berdosa telah menyakiti
perasaanmu.”
Sungguh, betapa kasih sayang dan perhatian
Ibu tidak pernah bisa terbalas oleh apapun. Pengorbanannya begitu tulus dan
tanpa mengharapkan imbalan apapun dari anak-anaknya. Lalu sebagai anak,
pernahkah kita berpikir untuk membahagiakan Ibu kita? Mari peluk Ibu sebagai tanda
rasa sayang dan cinta kita terhadap beliau.
***
No comments:
Post a Comment
Komentar yaaa