Bebas berimajinasi

Bebas berimajinasi

Total Pageviews

Friday, September 30, 2011

Membuat Kalimat Pembuka pada Cerpen








Bagaimanakah cara membuat kalimat pembuka pada cerpen? Apakah setiap kalimat pembuka pada cerpen harus menggunakan narasi? Atau boleh langsung menggunakan dialog tokohnya?
                Pertanyaan-pertanyaan seperti ini dulu pernah saya alami ketika pertamakali belajar menulis cerpen. Namun seiring dengan jalannya waktu, pertanyaan-pertanyaan seperti itu pun pada akhirnya dapat terjawab. Tentunya dengan banyak belajar dan membaca karya orang lain.
                Setiap cerpen memiliki kalimat pembuka yang berbeda-beda. Tergantung dari bagaimana si pengarang menuliskannya. Ada yang memulainya dengan narasi, ada juga yang mengawalinya dengan Dialog tokoh. Lantas dari kedua cara itu manakah yang paling baik? Tentu saja disini tidak ada yang paling baik dan paling  benar. Keduanya sama-sama bisa digunakan.
                Dalam membuat kalimat pembuka pada cerpen, kita dituntut untuk membuat sesuatu yang menarik bagi pembaca. Karena bagaimana cerpen kita mau dibaca jika pada kalimat pembukannya saja sudah kacau dan tidak menarik. Nah untuk dapat membuat bagaimana kalimat pembuka yang menarik, berikut ini ada beberapa cara:
1.       Setting
Setting atau lokasi. Setting ini bisa berupa fiksi ataupun real/sebuah lokasi yang memang benar-benar nyata.

Contoh kalimat pembuka dengan Setting real:
Ketika kita melewati jalan Sudirman, ada sebuah bunderan besar yang ditengah-tengahnya terdapat air mancur yang biasa disebut Bunderan HI. Karena di dekat bunderan itu ada hotel bernama Hotel Indonesia….dst

Contoh kalimat pembuka dengan Setting fiksi:
Di hutan yang sepertinya jarang didatangi orang itu berdiri kokoh sebuah Gedung seperti bangunan Belanda dengan warna cat putih yang sudah memudar serta ada beberapa tiang yang nyaris roboh…

2.       Benda simbolik
Benda yang diceritakan pada kalimat pembuka sebuah cerpen, bisa berupa benda hidup ataupun benda mati. Sebagian penulis ketika membuat kalimat pembuka dengan sebuah benda, berarti akan ada kesinambungannya antara benda tersebut dengan cerita.

Contoh:
Batu besar yang dicat warna hitam itu masih tergeletak di tanah dekat pohon Jati selama berhari-hari, sehingga warna hitamnya mulai pudar terkena hujan dan panas…dst.

3.       Pertanyaan
Pertanyaan di sini bisa berupa Dialog ataupun pertanyaan dalam bentuk narasi.

Contoh Pertanyaan dalam dialog:
Apakah kau sudah masuk ke ruangan besar itu?” tanya Andi begitu melihat Joko datang menghampirinya beberapa saat kemudian.

Contoh pertanyaan dalam bentuk Narasi:
Apakah aku tak pantas untuk mencintainya? Apakah aku tidak berhak untuk mendapatkan sedikitpun rasa itu, setelah semua yang sudah aku lakukan terhadapnya? Lalu di mana keadilan itu?.......... dst

4.       Penggambaran tokoh
Kalimat pembuka dengan penggambaran tokoh ini bisa penggambaran tokoh utama, tokoh pendamping maupun penggambaran orang-orang yang ada di sekitar tokoh.

Contoh:
Rambutnya yang hitam legam dan tebal dikepang dua yang masing-masing kepangannya selalu bergerak-gerak jika ia berjalan. Dan ia terlihat manis dengan sedikit poni yang menutupi  keningnya….dst

5.       Aksi
Membuat kalimat pembuka dengan aksi ini bisa membuat pembaca penasaran
Contoh:
Gerakan benda itu begitu cepat mengenai wajahnya hingga ia tidak bsia melihat dengan jelas benda apakah yang tiba-tiba menyambarnya itu….dst

6.       Adegan
Adegan ini biasanya merupakan gabungan antara aksi, seting dan penggambaran tokoh
Contoh:
Wanita yang dulu pernah menjadi kekasihnya itu langsung memukul dengan membabi buta, bahkan tidak disadarinya panas terik Matahari siang itu….dst

7.       Dialog
Kalimat pembuka dengan dialog ini sangat beragam jenisnya. Kita bebas memilih. Tapi dengan syarat ada sesuatu di Dialog pembuka ini.

Contoh:
“Apakah dia selalu menangis setiap sore di taman ini?”
“Tapi itu bukan salahku…,”
“Kau yang sudah mengambilnya…,”
….dst

                 Disamping 7 cara untuk membuat kalimat pembuka pada cerpen di atas, ternyata masih ada beberapa cara yang biasa digunakan oleh penulis-penulis besar seperti: Gagasan, sensasi, kebutuhan atau Motif, ramalan, pikiran tokoh bahkan sex.. hm…
                Nah, setelah sedikit ada gambaran tentang bagaimana cara membuat kalimat pembuka, sekarang giliran kamu untuk membuat cerpen. Tunggu apalagi, yukkk….



Wednesday, September 14, 2011

Kemanakah cerpen kita kirim?





Pernah ada pertanyaan masuk ke imel saya. Kira-kira pertanyaannya seperti ini: 

"Aku punya cerpen tapi bingung mau dikirim ke mana, ya?"

Nah lo..., saya juga bingung menjawabnya. Lha cerpen situ yang buat kok tanyanya ke saya? Hehehe bercanda gan... biar gak tegang bacanya jadi diawali lucu-lucuan dulu ya... eh lucu gak sih?

Begini... Ketika saya membuat cerpen, hal pertama yang saya pikirkan adalah akan ke mana cerpen saya ini dikirim? Ke majalah A, majalah B atau majalah C.  Jadi begitu sudah jelas bahwa saya akan mengirimkan cerpen saya ke majalah A maka sayapun segera mencari tahu, seperti apakah majalah A itu? Nah setelah tahu, barulah saya bikin cerpennya.
Coba deh baca pertanyaan diatas, kebalikannya kan?

Jadi kalau menurut saya, sebelum kita menulis cerpen, yang kita pikirkan terlebih dahulu adalah media/majalah apa. Setelah tahu media/majalah yang kita tuju barulah kita mulai membuat cerpen. Dengan begitu cerpen yang kita kirimkan tidak akan sia-sia. Kenapa saya bilang sia-sia? Karena jika cerpebn kita dikirimkan ke media/majalah yang salah, walau sebagus apapun cerpen kita, percuma saja, pasti tidak akan diterima alias ditolak.

Kenapa bisa begitu?

Ya, bisa saja. Contoh gampangnya begini. Misalnya Kita membuat cerpen bertemakan cinta remaja SMA. Cerpen itu bagus banget, tidak ada duanya di dunia (hehehe lebay) tapi kemudian kita mengirimkannya ke majalah anak-anak seperti Bobo. Nah lho... ya tentu saja bakalan ditolak sama majalah Bobo. Iya nggak sih?
Begitu kira-kira contoh gampangnya.

Nah, sebelum kita mengirimkan cerpen ke media/majalah pun kita harus cari tahu dulu media/majalahnya. Misalnya:
1. Segmen pasarnya untuk kalangan apa. Menengah bawah atau menengah atas. Karena setiap majalah punya segmen pasar sendiri-sendiri.
2. Majalah anak-anak atau dewasa
2. Gaya bahasanya
3. Tema-temanya yang sering dimuat seperti apa

Untuk itulah sebelum kita mengirimkan cerpen ke media/majalah dimaksud, jangan malas untuk membaca dan mempelajari tulisan-tulisannya. Jangan pelit untuk membeli salah satu terbitannya dan pelajari kalau perlu nelpon ke majalahnya dan say hello sama redaksinya, tanya kira-kira tema apa yang diterima oleh majalah tersebut.

Setelah kita tahu seluk beluk majalah tersebut, barulah kita kirim cerpen kita ke majalahnya.Dan ingat, setelah itu jangan dipikirin. Lupakan dan buatlah cerpen yang baru lagi. Dan biasanya, setelah 3 bulan cerpen kita tidak dimuat, berarti cerpen kita tidak lolos seleksi. Jangan putus asa, cari lagi ide dan buat lagi cerpen yang baru. 

Nah begitulah kira-kira penjelasan saya tentang pertanyaan ke mana sih, cerpen kita akan dikirim? Jadi pada intinya, sebelum kita mengirimkan cerpen ke media/majalah, pelajari dulu media/majalahnya barulah kita kirim. Oke? Okelah kalo begitu...

Tetap semangat dan terus menulis...