Bebas berimajinasi

Bebas berimajinasi

Total Pageviews

Wednesday, February 19, 2014

Mari saling mengingatkan




Belum lama ini ramai diberitakan di berbagai media tentang sepak terjang seorang (yang katanya) ustad beken. Dan katanya lagi beliau juga pernah membintangi beberapa sinetron. Terus terang, saya tidak begitu mengenal sosok ustad ini, walaupun katanya ustad hasil dari sebuah ajang lomba ini sangat terkenal. Gitu ya?

Saya bukanlah ahli agama, atau pun seorang yang bergerak dalam bidang pendidikan agama. Saya hanya menusia biasa yang tentu saja masih banyak melakukan kesalahan dan dosa. Atau bahasa puitisnya, Aku bukanlah malaikat....
Dengan melihat kasus ustad yang vidionya sempat diunduh di you tube, kemudian heboh ini, mengingatkan saya pada nasehat seorang teman. Kira-kira begini nasehatnya,


"Allah itu menciptakan manusia dengan berbagai sifat dan karakter. Dari sifat dan karakter itulah manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan benar. Allah juga menganugerahkan kepada kita sebuah akal, agar kita bisa memilih jalan mana yang akan kita lalui. Jalan yang lurus atau jalan yang berbelok. Nah, tentu saja semua itu pilihannya ada pada diri kita masing-masing, serta menjadi tanggung jawab kita sepenuhnya.


Secara pribadi saya memang tidak tahu bagaimana sifat dan karakter asli si ustad itu. Yaiyalah, emang siapa gue? Hahahhaa...Tapi yang pasti, saya pernah melihat salah satu tayangan infotainment, tentang pengakuan sang ustad. Beliau bilang bahwa itu tidak benar. Bahwa gambar yang diunduh di you tube itu tidak lengkap, sehingga beritanya menjadi setengah-setengah. Saya pun kemudian berpikir, jika gambar yang jelas-jelas memperlihatkan kekerasan seperti itu tidak benar, lalu yang benarnya seperti apa? Bukankah dalam tayangan itu jelas terlihat ia sedang melakukan tindak kekerasan terhadap salah satu crew? Penasaran dengan tayangannya? Silahkan lihat di sini

Sebagai seorang ustad seharusnya dia lebih merendah dan mau diingatkan, bahwa ia telah melakukan sebuah kesalahan besar. Tapi saya tidak melihat indikasi ke arah sana dari sang ustad.

Terlepas dari kasus tersebut, tentu saja sang ustad harus menerima semua konsekwensinya. Seperti nasehat teman di atas, bahwa manusia memiliki sifat dan karakter yang berpotensi untuk berbuat baik dan berbuat buruk. Mungkin pada saat itu sang ustad sedang khilaf kelees. Karena bagaimana pun juga, manusia itu tidak luput dari kesalahan dan dosa.  Jadi sudah sewajarnya jika ada orang yang berbuat khilaf, sebagai sesama saudara, kita wajib saling mengingatkan.

Saya kemudian teringat seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ashr, ayat 1-3, di mana manusia berkewajiban untuk saling mengingatkan dan menasehati satu sama lain. Mengajak pada kebaikan dan mengingatkan untuk menjauhi keburukan. Tapi tentu saja untuk membuat seseorang mengambil pilihan-pilihan yang kita anggap baik, itu adalah di luar kuasa dan tanggung jawab kita.

Dalam Al-Qur’an disebutkan:

Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa mereka; akan tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa. (QS. Al-An’am:  69).

Allah itu tidak pernah memaksa seseorang untuk memilih. Allah memberi kebebasan yang seluas-luasnya bagi setiap manusia untuk mereka memilih apa yang mereka pilih. Tapi tentu saja hanya Allah yang bisa membuat seseorang beriman atau tidak.


Kta tahu bahwa Islam merupakan ajaran yang penuh kasih sayang, dan Allah menurunkannya untuk memperbaiki akhlak dan budi pekerti manusia. Islam mengajarkan kita ntuk menghargai bahkan memanfaatkan perbedaan. Seperti tersebut dalam Al-Qur’an surat Al-Hujuraat ayat 13:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…”.

Islam juga mengajarkan kita untuk mempermudah orang lain dan mengajak pada kebaikan dengan cara yang baik pula. Bahkan dalam hadist disebutkan,

"Permudahlah (segala urusan), jangan dipersulit dan ajaklah dengan baik, jangan menyebabkan orang menjauh.” (HR. Bukhari).

Saya kemudian teringat akan sebuah kejadian di kampung tempat saya tinggal sekarang ini. Di mana tempat saya tinggal banyak terdapat ustad dan kyai haji. Kampung ini dulunya dikenal sebagai kota santri. Tapi seiring jalannya waktu, sepertinya sebutan itu semakin terkikis. Sungguh disayangkan memang.

Di tempat saya tinggal, banyak warga pemilik rumah yang membuka kontrakan dan tempat kos. Karena memang lokasinya yang sangat strategis, maka kontrakan dan tempat kos pun selalu penuh dengan para pendatang yang kebetulan bekerja maupun kuliah di daerah sana. Tapi kebanyakan dari mereka adalah pramugari/pramugara maupun calon pramugari/pramugara, mengingat di daerah ini lokasinya dekat dengan pusdiklat sebuah peruasahaan penerbangan besar.

Suatu hari saya melihat ada penghuni kos cewek di salah satu tempat kos warga, sebut saja bernama Mawar lho... hahahaha. Baiklah sebut saja bernama Gondrong karena memang pemilik kos itu adalah seorang laki-laki. Gondrong membuka beberapa kamar kos. Lokasi kamar kosnya itu masih satu pintu gerbang, sehingga Pak Gondrong ini bisa memantau keluar masuknya warga penghuni kos.

Rumah pak Gondrong sendiri lokasinya tidak jauh dari masjid tempat biasa warga sholat dan mengadakan pengajian. Nah, dari sekian penghuni kos di tempatnya, ada satu cewek cantik, sepertinya seorang mahasiswi sebuah perguruan Tinggi. Sebut saja cewek cantik ini bernama Mawar. Si Mawar ini sungguh luar biasa, pedenya setinggi langit. Dia berani mengenakan celana super pendek, bahkan maaf, baju tidur yang agak sedikit transparan. Jika hal ini ia lakukan atau ia mengenakannya hanya pada saat di dalam kamar, yang orang tidak tahu okelah its fine. Tapi yang jadi permasalahan adalah, ia mengenakan celana super pendek itu keluar rumah. Sementara jalanan itu adalah depan masjid. Bahkan ia dengan super pedenya melintasi masjid pada saat jam-jam orang sedang sholat.

Nah, bisa dibayangkan dong, pada saat jamaah berada di masjid hendak melakukan sholat atau pengajian, tiba-tiba lewat seorang cewek tengil dengan mengenakan celana super pendek, yang wara-wiri dengan santainya? Di mana coba otaknya? Maaf, jika si Mawar ini beragama non muslim, mungkin masih bisa dimaklumi. Lha wong yang dari non muslim saja mau menghargai kok. Banyak warga non muslim kos di sana, tapi kalau mau keluar rumah dan tahu melewai masjid, mereka mengenakan pakaian sopan.

Saya tahu, memakai pakaian adalah hak setiap orang. Tapi mbokya tahu sikon. Nah, yang membuat saya heran, kenapa si Pak Gondrong menerima cewek itu kos di tempatnya? Mungkin anda bertanya, kenapa gue sirik? Apa urusan gue? Iya nggak?

Jadi maksud saya begini. Si Pak Gondrong ini adalah orang yang tahu agama. Ia tidak pernah meninggalkan sholat (yang saya tahu), rajin sholat berjamaah di masjid, serta rutin mengikuti pengajian. Jadi jelas dong, ia tahu agama. So? Kenapa dia menerima si Mawar kos di sana. Bukankah jika penghuni kos melakukan perbuatan dosa, si pemilik kosnya juga ikut kecipratan dosanya? Begitu bukan? Saya yakin sekali jika pak Gondrong tahu, bahwa mengumbar aurat adalah dosa. Bukankah dengan membiarkan si Mawar mengumbar aurat itu tandanya dia membiarkan orang berbuat dosa?

Nah, lantaran ayat itulah suatu saat saya sempat ngobrol empat mata dengannya. Saya berusaha untuk mengingatkannya. Karena yang saya tahu, beberapa saudara dan tetangganya yang tinggal di dekat rumahnya tidak berani menegur. Yah, mungkin karena mereka takut terjadi kesalahpahaman atau takut pak Gondrong merasa tersinggung. Karena memang tipe dan karakter Pak Gondrong ini agak temperamental.

Dalam pembicaraan santai dan dengan gaya bercanda, agar tidak menyinggung perasaannya, saya pun bertanya, kenapa Pak Gondrong membiarkan si Mawar kos di tempatnya, sementara perilaku berpakaiannya sangat buruk, dengan mengumbar aurat.

Pak Gondrong dengan santainya menjawab.

"Susah dibilangin Chris, memang sudah dari sananya begitu. Di rumah juga katanya dia begitu. Memang anaknya gak tahu malu, nggak bisa dikasih tahu, sama keluarganya sekalipun."

Saya pun lantas mengerutkan kening.

"Lho, situ kan yang punya kos? Kalo nggak mau dibilangin ya keluarin aja," kata saya dengan nada bercanda.

"Ya nggak bisa begitu juga," kata pak Gondrong seolah keberatan dengan ucapan saya.

"Memangnya situ mau ikut nanggung dosa? Lagian risih juga kali sama orang. Masak bapak-bapak lagi pada di masjid, si Mawar wara-wiri dengan celana pendek begitu. Kalo orang tahu si Mawar kos di tempat situ, nggak malu?"

Pak Gondrong tidak menjawab. Entah apa yang memberatkan Pak Gondrong sehingga ia tidak mengeluarkan Mawar dari tempat kosnya. Bukankah ia memiliki hak sepenuhnya untuk menerima dan mengeluarkan penghuni kos jika ia tidak berkenan? Atau ia takut pada komnas Ham atas pelanggaran hak azazi manusia? Atau jangan-jangan karena dia mencintai pemandangan indah? Entahlah, hanya Pak Gondrong dan Allah lah yang tahu.

Setelah itu saya pun jarang bertemu dengan pak Gondrong. Kebetulan saat itu saya dapat tugas di luar kota selama setengah bulan. Dan sebulan kemudian, saya tidak lagi melihat Mawar wara-wiri dengan celana super pendeknya itu di depan masjid. Ketika hal ini saya tanyakan pada salah satu warga yang tinggal di dekat sana, ia bilang jika si Mawar sudah pindah kos.

Sekali lagi, saya bukanlah ahli agama dan saya hanyalah manusia biasa yang tak pernah luput dari salah dan dosa. Jadi jika memang apa yang saya lakukan dengan mengingatkan Pak Gondrong itu telah membuatnya terketuk hatinya, itu adalah sebuah hidayah yang datangnya dari Allah. Yang pasti jangan pernah berhenti untuk selalu saling mengingatkan dalam kebenaran. Setuju?
@kalongking

No comments:

Post a Comment

Komentar yaaa

Post a Comment

Komentar yaaa